Aset Kripto Tak Kenal Inflasi Seperti Mata Uang Konvensional
Aset kripto kian populer dan mulai mendapat pengakuan dari berbagai institusi keuangan. Tengok saja Visa, penyedia jasa pembayaran digital terbesar di dunia menyatakan rencana jangka panjangnya menggunakan mata uang kripto sebagai alat pembayaran.
Research & Development Manager ICDX Jericho Biere menyebut pergerakan menuju masyarakat tanpa uang tunai (cashless society) tidak dapat dihindari. Ini mendorong sistem keuangan global untuk menyesuaikan dengan perubahan yang ada.
Salah satu dari perubahan tersebut adalah dengan berkembangnya mata uang kripto yang digadang-gadang akan menggantikan mata uang kertas. Maka tak heran bila kapitalisasi pasar aset kripto pun terus menanjak.
Melansir coinmarketcap.com pada Jumat (13/8) pagi, aset kripto global menembus US$1,88 triliun.
Sejalan dengan perkembangan kripto, mulai lah bermunculan aset digital dengan fungsi dan kapasitasnya masing-masing. Jericho mengatakan ini membuat banyak negara mengklasifikasikan mata uang kripto bukan sebagai alat pembayaran namun aset investasi, sehingga kemudian disebut sebagai aset kripto.
Menurut dia, kendati sama-sama bisa dipakai untuk pembayaran, namun ada perbedaan penerbitan dan operasional antara mata uang kertas dan kripto. Kedua faktor itu kemudian memengaruhi nilai kedua mata uang.
"Perbedaan yang paling menonjol di antara keduanya adalah penerbitan dan operasional desentralisasi dengan teknologi Blockchain pada aset kripto, sementara uang fiat (fisik) bersifat sentralisasi atau terpusat. Untuk dapat memahami hal tersebut," ujar Jericho lewat rilis, Jumat (13/8).
Secara definisi, uang fiat adalah mata uang yang secara resmi dikeluarkan oleh bank sentral seperti uang fisik kertas dan koin. Sementara, aset kripto atau yang juga dikenal sebagai mata uang digital atau virtual tidak diatur oleh bank sentral atau pemerintah.
Sama-sama berperan sebagai penyimpan nilai, alat tukar, dan satuan hitung, namun nilai mata uang fiat dapat mengalami kenaikan ataupun penurunan jika terjadi inflasi atau deflasi.
Ini berbeda dengan aset kripto yang pada umumnya tidak terpengaruh oleh inflasi atau deflasi suatu negara, kecuali aset kripto tersebut bersifat stablecoin yang dikaitkan dengan suatu mata uang negara.
"Sehingga dapat terdampak atas indikator ekonomi dari negara bersangkutan, termasuk angka inflasi atau deflasi," imbuh dia.
Dari sisi penawaran, bank sentral dapat menentukan mata uang fisik yang beredar bergantung pada kebutuhan pasar, serta melakukan skenario ekonomi untuk mengatur peredaran mata uang tersebut.
Pencetakan mata uang fisik yang terlalu berlebihan oleh bank sentral akan membuat nilai mata uang tersebut terus-menerus turun, sehingga dapat membuat harga barang dan jasa melambung tinggi yang tidak selaras dengan permintaannya, khususnya saat situasi pandemi seperti sekarang.
"Berbeda dengan aset kripto, penerbit koin menyatakan jumlah aset kripto terbatas atau aset kripto tidak terbatas. Selain itu, kelebihan aset kripto adalah mekanisme coin burning untuk menjaga harga dan jumlah aset kripto apabila diperlukan," tambah Jericho.
Ia mengatakan aset kripto tak membutuhkan bank sentral. Nilai yang terkandung dalam aset kripto bersifat pribadi dan beroperasi secara independen. Mereka berfungsi dan berjalan pada platform terdesentralisasi.
Dia juga mengklaim aset kripto lebih aman dari uang fiat karena aset kripto di blockchain bersifat immutable alias tidak dapat diubah.
"Baik mata uang fiat maupun aset kripto dapat menjadi media transaksi keuangan. Oleh karena itu, aset kripto bukan untuk menggantikan uang fiat yang sudah ada saat ini, melainkan untuk melengkapinya. Dengan teknologi yang terus berkembang, aset kripto dapat menjadi masa depan sistem keuangan dan dapat diadopsi secara luas," tutup Jericho.
Sebagai informasi, di Indonesia, uang kripto masih dilarang sebagai alat bayar. Namun, kripto menjadi komoditas bursa berjangka, sehingga tak masalah selama digunakan sebagai investasi maupun komoditas yang diperjualbelikan oleh para pelaku pasar.
Saat ini, aset kripto diregulasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan lewat Peraturan Bappebti No 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.
[Gambas:Video CNN]
(wel/bir)
0 Response to "Aset Kripto Tak Kenal Inflasi Seperti Mata Uang Konvensional"
Post a Comment